Ulas Film "Gulat Benjang Pamungkas" (2016) Kesenian Asli Ujungberung yang Sarat akan Nilai Tradisi dan Persahabatan


    Setiap kesenian khas daerah pasti memiliki sejarah dan makna yang dapat dipetik oleh pelestarinya. Salah satunya kesenian gulat Benjang asal Ujungberung. Permainan yang ditemukan pada akhir abad ke-19 ini berkembang menjadi gulat yang berpadu dengan tradisi dan seni. Hal - hal umum mengenai kesenian ini diperkenalkan melalui sebuah film berdurasi 75 menit berjudul “Gulat Benjang Pamungkas” yang dirilis pada 2016 silam.

    Film ini mengedukasi kesenian Benjang melalui cerita dua anak dengan latar belakang yang berbeda: anak kota dan desa. Berlokasi di Desa Cilengkrang, Ujungberung, film ini menceritakan kisah Fajar, anak kota yang baru pindah ke desa. Berbagai masalah timbul ketika ia bertemu Ryan, anak Pak Jaja (mantan pegulat) yang sok jagoan, sombong, dan tidak bertanggung jawab. Bersama gengnya di desa, Ryan kerap kali mengolok-olok sampai memfitnah Fajar. Fitnahan Ryan kepada Fajar saat memecahkan piala Benjang milik Pak Agus membuat Fajar merasa bersalah. Demi menebus kesalahannya, Fajar serius berlatih Benjang dengan Pak Yana, mantan pegulat Benjang yang beralih profesi menjadi tukang potong rumput.

    Dibalik kisah tersebut, terdapat dua hal yang dapat diamati melalui film ini, yaitu rasa bangga pada kesenian Benjang dan penyalahgunaan Benjang.

    Benjang merupakan kesenian yang istimewa dan diagungkan oleh warga desa tersebut. Timbulnya rasa bangga dan hormat warga desa atas gulat Benjang terlihat pada beberapa adegan. Pertama, adegan seorang pembuat piala yang tidak berani menduplikat piala Benjang milik Pak Agus. Hal ini dikarenakan piala Benjang tidak boleh diduplikat sembarangan tanpa izin pemiliknya. Artinya, beliau menghormati penyandang gelar juara Benjang sekaligus melindungi reputasi Benjang.

Seorang pembuat piala enggan menduplikat piala Benjang

    Selain itu, penjual susu murni yang berjualan di depan sekolah Fajar pun menganggap Benjang sebagai harga diri desa. Terakhir, upaya Fajar yang dengan giatnya berlatih Benjang menandakan adanya keinginan beradaptasi dengan lingkungan baru dan belajar mencintai kesenian Benjang. Dari ketiga adegan tersebut, dapat dipahami betapa pentingnya kesenian Benjang bagi warga Desa Cilengkrang, baik itu anak-anak hingga orang dewasa. Mereka dengan sepenuh hati mempertahankan nama baik Benjang.

    Selain kebanggaan, ternyata film ini menyoroti kesalahpahaman dalam memaknai kesenian gulat Benjang. Melalui tokoh Pak Yana, film ini menunjukkan adanya penyalahgunaan gulat Benjang sebagai kompetisi yang tidak sehat; seperti balas dendam, menyakiti orang, dan saling menjagokan. Sebenarnya, gulat Benjang memiliki peran penting dalam menjalin tali silaturahmi antar pegulat. Kesenian ini menjunung tinggi sportifitas, paguyuban, dan persahabatan. Bahkan, Pak Yana berkata sebelum pertandingan berlangsung, para pegulat bersalaman jika merasa tidak mampu mengalahkan lawan. Adegan ini menunjukkan bahwa Benjang memiliki esensi dan nilai sosial yang positif. Sayangnya, perselisihan antara Pak Yana dengan Pak Jaja membuat gulat Benjang terkesan sebagai ajang saling menjatuhkan.

Pak Yana dan Pak Jaja

    Intinya, gulat Benjang merupakan kesenian yang menjadi martabat warga Ujungberung. Ini menjadi kewajiban kita untuk meluruskan esensi gulat Benjang sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat luas. Terlepas dari teknik pengambilan gambar, kualitas video, dan akting yang sederhana, film ini patut diapresiasi atas upayanya dalam mengedukasi dan menguak arti gulat Benjang yang sarat akan makna.

Referensi

tan6.com/news/read/2890367/jejak-berliku-gulat-benjang-ujungberung

https://www.youtube.com/watch?v=gmb_-ueNCds

 

Komentar

Postingan Populer